Kolak

Kolak

Oleh Snow Drop

“Oke, sobat masak! Pertama-tama, kita rebus santan cair. Jangan lupa dicampur dengan gula merah, gula pasir, daun pandan ikat, dan garam.”

Gita menonton dengan serius sembari mengemil kerupuk.

“Bun, lagi nonton apa?” tanya Juki, suaminya.

“Nonton acara masak, itu mau bikin kolak buat sahur nanti,” jawab Gita.

Juki hanya menghela napas. Dia berfirasat buruk, entah apa yang akan terjadi nanti.

Gita memang menikah di usia 23 tahun. Dia masih belajar jadi ibu rumah tangga yang baik. Sudah dua tahun dia menikah, alhamdulillah, dikaruniai dua orang anak.

“Bun, memang ada bahan-bahannya?” tanya suaminya.

“Ada, sudah Bunda siapkan di kulkas. Bunda mau masak kolak, sudah semangat ini!” seru Gita dengan semangat 45.

“Iya, sudahi nontonnya. Kita tidur ini, sudah pukul 21.00. Lagi pula, besok tanggal 14 April 2021, puasa di hari kedua, kita harus bisa jaga stamina,” ucap Juki semacam kalender yang bisa menjadi pengingat.

“Iya, sudah, jangan bicara melulu!” ucap Gita ketus. Dia langsung mematikan televisi. Lantas, Gita beranjak sembari menarik tangan suaminya.

***

Jam di dinding menunjukkan pukul 02.15. Gita sedang berkutat di dapur dengan kolaknya. Sesekali dia menyeka keringat di dahi. Untung saja, kemarin sore dia sudah membeli bahan-bahannya, jadi tinggal dimasak.

Ketika sedang asyik memasak, tiba-tiba suara tangisan terdengar dari kamar. Gita sedikit berdecak, pasti anak bungsunya menangis.

“Bun, si adik menangis,” ucap suaminya yang masih tampak mengantuk.

“Iya, Ayah. Ya, sudah, Ayah gantikan Bunda dulu di dapur, tinggal masukin garam sama gula, ya,” ucap Gita.

“Siap, Bunda!” seru Juki sembari hormat kepada istrinya.

Gita tertawa melihat kelakuan sang suami.

Ketika Gita sudah pergi, Juki tampak kebingungan. “Garamnya berapa sendok, ya? Tadi Bunda tidak bilang, terus gimana, ya?” gumamnya. Dengan ragu-ragu Juki mengambil garam dan gula.

“Gulanya lima sendok kali, ya, terus mungkin garam juga 5 sendok.” Juki memasukkan gula dan garamnya, lantas dia mengaduknya sampai terlihat sedikit kental.

“Nah, akhirnya selesai. Pasti ini Bunda suka!” serunya senang.

Juki menyiapkan wadah, lalu menuangkan kolak ke wadah itu.

“Bunda!” panggil Juki.

Gita yang tengah meninabobokan anaknya mengode Juki untuk tidak berisik.

“Maaf,” ucap Juki pelan.

Gita mengangguk.

Juki meletakkan kolaknya di meja makan. Gita menyusul dengan anak pertamanya.

“Wah, ada kolak!” seru Reza, anak pertama Gita dan Juki.

“Iya, dong! Ayah ini yang buat.” Juki menepuk-nepuk dadanya, merasa bangga.

Gita menggeleng-gelengkan kepalanya. Sepertinya, dia punya firasat tidak enak.

“Makan dulu, kolaknya nanti!” ucap Gita.

“Jangan lupa untuk berdoa!” timpal Juki.

Mereka pun berdoa. Setelah selesai berdoa, ketiganya makan dengan lahap. Juki senyum-senyum, menunggu reaksi sang istri saat memakan kolak buatannya. Pasti sang istri akan memujinya.

Hal itu dilihat oleh Gita. Dia merasa heran saat suaminya senyum-senyum sendiri seperti orang kesambet. Selesai makan, Gita membereskan semua piring kotor untuk dicuci.

“Biar Ayah saja yang cuci. Bunda ambil piring buat makan kolak, ya!” ucap Juki. Gita menurut saja daripada nanti berdebat.

“Bunda sama Ayah romantis. Aku juga pengen seperti Ayah,” celetuk Reza yang tiba-tiba nongol di balik tembok.

“Ini kolak buatan Ayah, pasti enak ini,” ucap Juki.

Gita langsung mencicipinya. Dia tersenyum kecut saat merasakan rasa kolak itu di lidahnya.

“Gimana, Bun?” tanya Juki meminta pendapat.

“Coba saja, Yah!” perintah Gita sambil menyodorkan mangkuknya.

Setelah mencicipi kolak itu, Juki tersenyum lebar, kemudian menggaruk rambutnya, merasa bersalah.

“Ayah masukkan berapa sendok?” tanya Gita.

Juki tampak mengingat-ingat. Kemudian, dia menjawab, “5 sendok garam dan 5 sendok gula,” ucap Juki santai.

“Ayah!” Gita kesal. Raut wajahnya cemberut.

Juki merasa bersalah. “Salah, ya?” tanya Juki.

Gita makin kesal mendengar pertanyaan suaminya itu. “Tahu, deh!” Gita mengentakkan kakinya kesal dan langsung masuk ke kamar.

“Hayo, Ayah buat Bunda marah,” goda Reza.

“Terus, Ayah harus gimana?” tanya Juki.

Reza yang masih berusia lima tahun itu membisikkan sesuatu kepada ayahnya.

“Ide bagus!” seru Juki setelah itu.

***

“Bunda, jangan marah, dong! Ayah ada pengganti kolak,” bujuk Juki.

Gita menoleh dengan wajah tanpa ekspresi. “Apa?” tanyanya ketus.

Juki jadi salah tingkah saat ditatap sang istri, apalagi tatapannya setajam silet.

“Bubur sum-sum. Tadi Ayah beli di warung gang sebelah yang kebetulan buka. Ayah janji, setelah ini Ayah belajar biar kalau masak, bisa bantu Bunda,” ucap Juki dengan tulus. Dia menyodorkan semangkuk bubur sum-sum ke hadapan Gita.

Gita tersenyum dan mengambil bubur sum-sum itu.

“Bunda enggak marah, hanya kesal. Lagi pula, itu kolak sudah mau jadi, malah Ayah gagalkan,” ucap Gita.

“Nah, gitu, dong! Kan, enak kalo berbaikan,” celetuk Reza.

Gita dan Juki tertawa mendengar celetukan Reza.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *