Ngabuburit Bersama Suami

Ngabuburit Bersama Suami

Oleh Mia Poei

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa. (QS. Al-Baqarah: 183)

 

Puasa artinya menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkannya dari mulai terbit fajar hingga tenggelamnya matahari. Salah satu hal yang membatalkan puasa itu seperti makan dan minum sebelum waktu berbuka. Jadi, selama berpuasa, seseorang harus mampu menahan lapar dan haus dalam waktu yang telah ditentukan. Saat berpuasa, waktu makan ada aturannya, yaitu saat berbuka dan sahur.

Ramadan bulan penuh berkah, bulan yang indah penuh dengan ampunan. Ada banyak kegiatan yang bisa dilakukan untuk mengisi bulan yang mulia itu, salah satunya ngabuburit. Kegiatan ini umumnya dilakukan setelah salat Asar untuk menunggu waktu berbuka puasa agar tidak terasa lama.

Ada yang mengisi waktu ngabuburit dengan membaca Al-Qur’an, membantu orang tua memasak, ada juga yang mengisinya dengan menonton televisi—mendengarkan ceramah atau menonton film religi. Namun, tak sedikit pula yang mengisi waktu dengan jalan-jalan sore. Entah itu sekadar jalan-jalan atau sekalian mencari takjil untuk berbuka puasa.

Burit sendiri kalau di daerahku, Bogor, artinya sore atau senja. Apa itu ngabuburit? Awalnya aku berfikir, ngabuburit itu jalan-jalan sore untuk menunggu waktu berbuka. Akan tetapi, sekarang aku tahu bahwa kegiatan apa saja yang dilakukan pada waktu sore hari atau senja, maka itu bisa dikatakan ngabuburit. Tidak harus jalan-jalan, membaca Al-Qur’an, atau membantu ibu di dapur juga bisa dibilang ngabuburit. Apalagi, pada masa-masa seperti ini, rebahan di kasur sambil mengetik saat senja juga bisa dikategorikan ngabuburit.

Dahulu sebelum menikah, aku tidak mengenal jalan-jalan sore menjelang berbuka puasa. Biasanya, aku mengaji di rumah atau mendengarkan ceramah di masjid sambil menunggu waktu berbuka.

Bisa dikatakan, aku ini anak rumahan, tidak suka jalan-jalan. Namun, ketika sudah menikah, semuanya berubah. Ternyata, suamiku terbiasa membeli takjil di luar. Dia tidak mau aku memasak selama bulan puasa. Jadi, untuk berbuka dan makan sahur, kami akan membelinya di luar. Benar-benar pengalaman pertama yang sangat berkesan.

Kami jalan-jalan sore menikmati angin yang sepoi-sepoi serta membeli makanan dan minuman untuk dibawa pulang, kecuali malam Minggu. Jika malam Minggu, suamiku akan mengajak menonton di bioskop dan lanjut berbuka puasa di foodcourt. Setelah kenyang, dia akan mengajak untuk salat Magrib dan lanjut salat Tarawih di masjid yang tidak jauh dari mal.

Hal yang paling sering kami lakukan saat menunggu buka puasa adalah duduk di taman. Aku sangat senang. Ternyata, duduk berdua di taman itu begitu mengesankan. Kami seperti orang yang baru jatuh cinta. Maklum, aku dan suami hanya bertemu tiga kali sebelum akhirnya memutuskan untuk menikah. Jadi, kami memang tidak punya pengalaman duduk berdua di taman sebelumnya.

Bukan hanya duduk di taman atau menonton bioskop, suamiku juga tidak lupa mengajakku berkunjung ke panti asuhan dan pesantren-pesantren duafa pada hari Jumat. Aku benar-benar bahagia saat mengisi waktu sore dengan mengunjungi tempat-tempat yang dipilih oleh suamiku.

Itulah sebabnya, ngabuburit bersama suami menjadi pengalaman yang paling berkesan selama bulan Ramadan.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *