Senangnya Ikut Ngaji Bersama Bapak

Senangnya Ikut Ngaji Bersama Bapak

Oleh Naelatun Ni’mah

Pada saat bulan Ramadan tiba, hal yang paling aku sukai dan paling aku tunggu itu ngaji sore bersama Bapak di masjid. Dahulu anak-anak kecil sepertiku suka ikut sama bapaknya ke masjid. Rasanya senang sekali karena sambil menunggu waktu berbuka tiba. Sebenarnya, ada rasa bosannya juga, sih.

Di masjid, bapak-bapak mendengarkan ceramah dari Abah pesantren. Ya, masjid berada di pesantren. Jadi, pada saat sore hari, khusus diadakan pengajian buat bapak-bapak.

“Nela! La! Mau ikut Bapak ke masjid enggak?” tanya Bapak saat aku sedang asyik bermain.

Dalam hati aku berkata, Ikut, enggak? Ikut, enggak? Ikut aja, deh!

“Iya, Pak,” jawabku akhirnya.

“Ya, udah. Cepetan mandi!”

“Tapi, jangan ditinggal, ya, Pak!” ucapku karena takut ditinggal.

“Iya, udah. Cepetan sana!”

Akhirnya, aku bergegas pulang ke rumah untuk mandi.

***

“Sudah, Pak,” ucapku setelah selesai mandi.

“Iya, ayo!”

Kami pun berangkat ke masjid bersama bapak-bapak yang lain. Setelah tiba di masjid, aku duduk di samping Bapak sambil mendengarkan ceramah dari Abah. Aku hanya mendengarkan, tidak meresapi. Sesekali aku bertanya kepada Bapak, kapan waktu berbuka tiba.

“Sabar, sebentar lagi juga magrib. Tuh, minumannya sudah disediain!” jawab Bapak.

Aku memperhatikan para santri ndalem menyiapkan minuman, kurma, dan soto.

Abah menutup pengajiannya beberapa saat sebelum masuk waktu berbuka.

Alhamdulillah, waktu berbuka telah tiba. Azan pun berkumandang dengan merdunya.

Saat berbuka, aku dan Bapak hanya minum air putih dan beberapa kurma, sedangkan sotonya diberikan kepada para santri. Padahal, sebenarnya aku juga pengen makan soto itu. Akan tetapi, kata Bapak, soto itu buat santri saja. Ya, sudahlah, enggak apa apa.

Sebelum pulang, aku minta sama Bapak buat beli jajanan di pinggir masjid, biasa disingkat PM. Di sana dijual beraneka jajanan, mulai dari es kelapa, es buah, gorengan, kolak, kembang pacar, dan masih banyak lagi. Di sana yang berjualan ibu-ibu dan bapak-bapak dari desa. Karena di sana banyak santri, jadi mereka ikut mengais rezeki dengan berjualan.

Aku membeli es kelapa dan gorengan. Es kelapa di sana enak sekali. Rasa daging kelapanya legit dan harganya pun murah.

“Sudah belinya?” tanya Bapak saat aku selesai membeli.

“Sudah, Pak.” Aku dan Bapak segera pulang.

Sampai di rumah, Ibu sudah menyiapkan aneka jajanan buat jualan. Enggak tahu kenapa, aku senang sekali melihat Ibu berjualan saat bulan Ramadan. Kalau Ibu enggak jualan, pasti aku kayak ngambek gitu.

Itulah masa-masa yang paling aku rindukan saat bulan Ramadan tiba. Akan tetapi, sekarang aku sudah besar, sudah tidak mungkin untuk ikut Bapak ngaji di masjid. Malu, lah!

Satu lagi yang paling kurindukan, sejak Corona datang hingga sekarang, PM sudah tidak ada lagi. Orang-orang tidak boleh berjualan lagi di pesantren guna mematuhi peraturan pemerintah. Sedih rasanya karena tidak bisa lagi berbelanja untuk berbuka puasa di PM. Lebih kasihan lagi dengan pedagang yang berjualan di sana. Ada beberapa dari mereka menitipkan jualannya di warung pesantren. Namun, pastilah keuntungannya tidak seberapa.

Itulah pengalaman pada saat Ramadan yang paling menarik buatku.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *